Hiruk pikuk sebuah proses demokrasi menjadikan suasana lebih
meriah dan "bergairah". Sebagaimana sebuah perhelatan, proses
demokrasi di Indonesia juga dihiasi dengan berbagai aksesoris dan pernak-pernik
yang meriah dan mencolok. Hal ini terkadang disinyalir oleh beberapa peraturan
menjadi berlebihan atau terkadang melanggar ruang-ruang publik yang ada. Proses
demokrasi apapun selalu diawali dengan sebuah sosialisasi, penggunaan ruang
publik seperti jalan-jalan protokol, sudut-sudut kota, bahkan teori media
alternatif iklan pun sudah dimanfaatkan seperti branding alat
transportasi. Berkembangnya inovasi dan kreasi pidang periklanan komersial
menjadi acuan formal dalam proses demokrasi. Media massa adalah sebuah ruang
yang menjadi trend dalam proses demokrasi saat in yang menjadi media percepatan
penyampaian gagasan dan jualan figur dari kelompok masyarakat agar memenangkan
proses demokrasi. Proses ini memandang agak sulit ditafsir karena jauh sebelum
massa kampanye yang ditetapkan oleh KPU sosialisasi politiknya sudah memenuhi
ruang publik.
Media massa televisi yang merupakan sebuah media dengan
tingkat pemahaman konten yang tinggi dibanding media massa lainnya, disinyalir
seolah-olah memberikan ruang dalam proses demokrasi dengan memburu keuntungan
semata. Demikian berkembangnya teknologi informasi bertambah pula
persoalan regulasi penyiaran. Terlebih
lagi apa bila kita melihat konsep ideologi media yang dipengaruhi oleh pemilik
dan pemasang iklan. Sebagai pengguna frekuensi sebagai ranah publik yang
memiliki keterbatasan, penggunaannya harus berpedoman kepada teori tanggung
jawab sosial. Menurut Denis McQuail, teori tanggung jawab sosial harus berusaha
mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda, prinsip kebebasan dan pilihan
individual, prinsip kebebasan media dan prinsip kewajiban media terhadap
masyarakat. Prinsip utama teori tanggung jawab sosial dapat disajikan sebagai
berikut :
- Media sepatutnya menerima dan memenuhi kewajiaban tertentu kepada masyarakat.
- Kewajiaban tersebutterutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan keseimbangan.
- Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seharusnya dapat mengatur diri sendiri dalam kerangka hukum dan lembaga uang ada.
- Media harus menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik dan agama.
- Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kempatan yang sama untuk mengungkapkan sudut pandang dan hak untuk menjawab.
- Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk kepentingan umum.
- Wartawan dan media profesioanl bertanggung jawab terhadap masyarakat dan majikan serta pasar.
Dalam tafsir pemahaman regulasi penyiaran, beberapa hal
menjadi dalam wilayah abu-abu, sehingga inilah yang akhirnya dimanfaatkan
sebagai peluang dalam meraup keuntungan. Semua ini karena regulasi tidak
fleksibel dalam mengikuti perkembangan dunia penyiaran yang berkembang pesat.
Secara arif sebenarnya media penyiaran harus memahami fungsi media dengan baik,
sehingga media tetap dalam lingkup teori tanggung jawab sosial.
Industri penyiaran khususnya televisi saat ini penonton agak
sulit membedakan mana informasi yang berasal dari ruang pemberitaan (news room)
mana yang berasal dari ruang pemasaran (marketing room). Ini dikarenakan ada
konsep regulasi yang melarang media penyiaran melakukan penjualan jam tayang
kepada pihak ketiga. Konsep penjualan jam tayang ini dikenal dengan istilah
blocking time, sehingga media secara maksimal sebagai pengguna frekuensi yang
merupakan ranah publik dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara
berimbang sesuai dengan fakta yang ada. Adapun definisi oprasional dari news
room dan marketing room yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut
News room
Media penyiaran adalah pemberi informasi kepada masyarakat
dengan mengelola sesuai dengan program yang telah dirancang sesuai dengan
segmen media tersebut. Ruang pemeritaan yang dimiliki pasti melalui sebuah
kebijakan redaksional dengan memperhatikan etika dan teori jurnalistik,
kebijaksanaan redaksional yang dirancang diruang pemeberitaan selalu berpedoman
kepada agenda publik. Keberadaan news room dalam sebuah media merupakan nyawa
dari kontrol sosial sebuah media dengan merujuk pada teori kesenjangan sosial.
filosofi nilai-nilai jurnalistik dan informasi pasti lahir dari ruang ini.
Marketing room
Media penyiaran merupakan sebuah industri yang merujung pada
keuntungan. Lazimnya sebuah industri dengan produk jasa informasi, proses
manajemen media penyiaran menempatkan sebuah devisi pemasaran yang mampu
menjual program-program dalam sebuah media kepada para pihak ke tiga.
Metode-metode marketing moderen merupakan sebuah aplikasi dalam meyakinkan
media promosi yang lebih dikenal dengan iklan untuk memberikan awerness kepada kalayak
media tersebut. Dalam regulasi penyiaran porsi iklan yang menjadi pendanaan
sebuah penyiaran diatur dalam persentasi, adapun jumlahnya adalah 10% dari
total jam siaran, dengan jumlah tersebut tim pemasaran sebuah media akan
melakukan sebuah strategi marketing yang dirumuskan dalam marketing room dari
setiap media untuk mencapai target, sehingga biaya produksi media dapat
tertutupi dan memperoleh laba sebagai sebuah profit perusahaan. Menjamurnya
media saat ini mengharuskan tim pemasaran untuk berpikir lebih keras untuk
dapat meraup kue iklan dari media pesaing. Bermacam cara yang terkadang terjadi
konflik internal media, disatu sisi hal ini dilarang diregulasi dilain sisi ini
merupakan pemasukan untuk sebuah media. Seperti informasi politik, kapan menjadi
sebuah berita dan kapan menjadin sebuah produk iklan.
Pemegang Regulasi
Media saat ini hadir dengan beragam segmen, secara
manajerial media sangat tergantung dengan jumlah penontonnya. Semakin tinggi
rating bisa dipastikan secara keuangan media itu akan cukup sehat dalam
industri media. Semakin rendahnya rating sebuah media penyiaran terkadang tim
pemasaran akan lebih sulit menjual program-program media kepada pengiklan, dan
pasti akan membuat kondisi keuangan akan tidak sehat. Kondisi inilah yang terkadang
membuat media penyiaran harus menabrak regulasi untuk mensiasati atau bahkan
menjual news room untuk kepentingan tertentu. Indonesia memiliki UU32/2002 yang
mengatur tentang penyiaran, KPI sebagai komisi yang diamanhkan oleh
undang-undang untuk mengawasi proses penyiaran terhadap media yang ada,
mempunyai kewajiban untuk memastikan netralitas dan memastikan bahwa sebuah
media menempatkan segala sesuatunya sesuai dengan tempatnya. Salah satunya
adalah informasi yang diberikan kepada masyarkat merupakan hasil dari news room
dan bukan dari marketing room. Mekanisme klarifikasi adalah langkah awal yang
dilakukan untuk mendapat penjelasan.
Media yang menerima surat permintaan klarifikasi tidak perlu kalang
kabut kalau masih dalam regulasi. Klarifikasi merupakan prosedur umum yang
digunakan untuk membuka kran komunikasi. Proses klarifikasi inilah sebenarnya
terjadi sinergitas antara pemegang regulasi dan media penyiaran, sehingga dunia
penyiaran akan semakin kaya dalam memberikan informasi dan motivasi positif
untuk mencerdaskan bangsa ini.
Kebutuhan informasi dengan jumlah media telivisi yang tidak
lagi sedikit mengharuskan telivisi mernancang program dan informasi semenarik
mungkin untuk mendapatkan attantion yang tinggi dari masyarkat. Attantion akan
menghasilkan rating yang tinggi sebagai sebuah indikator bagi pemasang iklan
dalan menggunakan jasa informasi tersebut. Keberhasilan sebuah televisi dalam
melahirkan program dan informasi terbaik pasti di kendalikan oleh sumber daya
manusia yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam dunia broadcasting
dengan baik. Sehingga kompetensi yang standar menjadi utama dalam melahirkan
sebuah media televisi yang sehat. Sebagai pemegang regualsi kpi berusaha untuk
memacu kompentensi dari lembaga penyiaran dalam kapasitas kompetensi. Program
gerakan produksi sehat (gesit) yang diluncurkan akhir tahun 2011 lalu oleh KPID
Sulsel merupakan arah untuk membantu untuk menyehatkan lembaga penyiaran dengan
diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan latar belakang yang sesuai
pada bidangnya. Semakin sehat sebuah media akan semakin kecil kemungkinan untuk
melanggar hal-hal yang besifat umum.
0 comments:
Post a Comment