News room -- Marketing room (Opini Harian Fajar Tanggal Maret 2012)

Hiruk pikuk sebuah proses demokrasi menjadikan suasana lebih meriah dan "bergairah". Sebagaimana sebuah perhelatan, proses demokrasi di Indonesia juga dihiasi dengan berbagai aksesoris dan pernak-pernik yang meriah dan mencolok. Hal ini terkadang disinyalir oleh beberapa peraturan menjadi berlebihan atau terkadang melanggar ruang-ruang publik yang ada. Proses demokrasi apapun selalu diawali dengan sebuah sosialisasi, penggunaan ruang publik seperti jalan-jalan protokol, sudut-sudut kota, bahkan teori media alternatif iklan pun sudah dimanfaatkan seperti branding alat transportasi. Berkembangnya inovasi dan kreasi pidang periklanan komersial menjadi acuan formal dalam proses demokrasi. Media massa adalah sebuah ruang yang menjadi trend dalam proses demokrasi saat in yang menjadi media percepatan penyampaian gagasan dan jualan figur dari kelompok masyarakat agar memenangkan proses demokrasi. Proses ini memandang agak sulit ditafsir karena jauh sebelum massa kampanye yang ditetapkan oleh KPU sosialisasi politiknya sudah memenuhi ruang publik.

Media massa televisi yang merupakan sebuah media dengan tingkat pemahaman konten yang tinggi dibanding media massa lainnya, disinyalir seolah-olah memberikan ruang dalam proses demokrasi dengan memburu keuntungan semata. Demikian berkembangnya teknologi informasi bertambah pula persoalan  regulasi penyiaran. Terlebih lagi apa bila kita melihat konsep ideologi media yang dipengaruhi oleh pemilik dan pemasang iklan. Sebagai pengguna frekuensi sebagai ranah publik yang memiliki keterbatasan, penggunaannya harus berpedoman kepada teori tanggung jawab sosial. Menurut Denis McQuail, teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda, prinsip kebebasan dan pilihan individual, prinsip kebebasan media dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat. Prinsip utama teori tanggung jawab sosial dapat disajikan sebagai berikut :
  1. Media sepatutnya menerima dan memenuhi kewajiaban tertentu kepada masyarakat.
  2. Kewajiaban tersebutterutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas, dan keseimbangan.
  3. Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seharusnya dapat mengatur diri sendiri dalam kerangka hukum dan lembaga uang ada.
  4. Media harus menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik dan agama.
  5. Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kempatan yang sama untuk mengungkapkan sudut pandang dan hak untuk menjawab.
  6. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk kepentingan umum.
  7. Wartawan dan media profesioanl bertanggung jawab terhadap masyarakat dan majikan serta pasar.


Dalam tafsir pemahaman regulasi penyiaran, beberapa hal menjadi dalam wilayah abu-abu, sehingga inilah yang akhirnya dimanfaatkan sebagai peluang dalam meraup keuntungan. Semua ini karena regulasi tidak fleksibel dalam mengikuti perkembangan dunia penyiaran yang berkembang pesat. Secara arif sebenarnya media penyiaran harus memahami fungsi media dengan baik, sehingga media tetap dalam lingkup teori tanggung jawab sosial.
Industri penyiaran khususnya televisi saat ini penonton agak sulit membedakan mana informasi yang berasal dari ruang pemberitaan (news room) mana yang berasal dari ruang pemasaran (marketing room). Ini dikarenakan ada konsep regulasi yang melarang media penyiaran melakukan penjualan jam tayang kepada pihak ketiga. Konsep penjualan jam tayang ini dikenal dengan istilah blocking time, sehingga media secara maksimal sebagai pengguna frekuensi yang merupakan ranah publik dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara berimbang sesuai dengan fakta yang ada. Adapun definisi oprasional dari news room dan marketing room yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut

News room
Media penyiaran adalah pemberi informasi kepada masyarakat dengan mengelola sesuai dengan program yang telah dirancang sesuai dengan segmen media tersebut. Ruang pemeritaan yang dimiliki pasti melalui sebuah kebijakan redaksional dengan memperhatikan etika dan teori jurnalistik, kebijaksanaan redaksional yang dirancang diruang pemeberitaan selalu berpedoman kepada agenda publik. Keberadaan news room dalam sebuah media merupakan nyawa dari kontrol sosial sebuah media dengan merujuk pada teori kesenjangan sosial. filosofi nilai-nilai jurnalistik dan informasi pasti lahir dari ruang ini.

Marketing room
Media penyiaran merupakan sebuah industri yang merujung pada keuntungan. Lazimnya sebuah industri dengan produk jasa informasi, proses manajemen media penyiaran menempatkan sebuah devisi pemasaran yang mampu menjual program-program dalam sebuah media kepada para pihak ke tiga. Metode-metode marketing moderen merupakan sebuah aplikasi dalam meyakinkan media promosi yang lebih dikenal dengan iklan untuk memberikan awerness kepada kalayak media tersebut. Dalam regulasi penyiaran porsi iklan yang menjadi pendanaan sebuah penyiaran diatur dalam persentasi, adapun jumlahnya adalah 10% dari total jam siaran, dengan jumlah tersebut tim pemasaran sebuah media akan melakukan sebuah strategi marketing yang dirumuskan dalam marketing room dari setiap media untuk mencapai target, sehingga biaya produksi media dapat tertutupi dan memperoleh laba sebagai sebuah profit perusahaan. Menjamurnya media saat ini mengharuskan tim pemasaran untuk berpikir lebih keras untuk dapat meraup kue iklan dari media pesaing. Bermacam cara yang terkadang terjadi konflik internal media, disatu sisi hal ini dilarang diregulasi dilain sisi ini merupakan pemasukan untuk sebuah media. Seperti informasi politik, kapan menjadi sebuah berita dan kapan menjadin sebuah produk iklan.


Pemegang Regulasi
Media saat ini hadir dengan beragam segmen, secara manajerial media sangat tergantung dengan jumlah penontonnya. Semakin tinggi rating bisa dipastikan secara keuangan media itu akan cukup sehat dalam industri media. Semakin rendahnya rating sebuah media penyiaran terkadang tim pemasaran akan lebih sulit menjual program-program media kepada pengiklan, dan pasti akan membuat kondisi keuangan akan tidak sehat. Kondisi inilah yang terkadang membuat media penyiaran harus menabrak regulasi untuk mensiasati atau bahkan menjual news room untuk kepentingan tertentu. Indonesia memiliki UU32/2002 yang mengatur tentang penyiaran, KPI sebagai komisi yang diamanhkan oleh undang-undang untuk mengawasi proses penyiaran terhadap media yang ada, mempunyai kewajiban untuk memastikan netralitas dan memastikan bahwa sebuah media menempatkan segala sesuatunya sesuai dengan tempatnya. Salah satunya adalah informasi yang diberikan kepada masyarkat merupakan hasil dari news room dan bukan dari marketing room. Mekanisme klarifikasi adalah langkah awal yang dilakukan untuk mendapat penjelasan.  Media yang menerima surat permintaan klarifikasi tidak perlu kalang kabut kalau masih dalam regulasi. Klarifikasi merupakan prosedur umum yang digunakan untuk membuka kran komunikasi. Proses klarifikasi inilah sebenarnya terjadi sinergitas antara pemegang regulasi dan media penyiaran, sehingga dunia penyiaran akan semakin kaya dalam memberikan informasi dan motivasi positif untuk mencerdaskan bangsa ini.


Kebutuhan informasi dengan jumlah media telivisi yang tidak lagi sedikit mengharuskan telivisi mernancang program dan informasi semenarik mungkin untuk mendapatkan attantion yang tinggi dari masyarkat. Attantion akan menghasilkan rating yang tinggi sebagai sebuah indikator bagi pemasang iklan dalan menggunakan jasa informasi tersebut. Keberhasilan sebuah televisi dalam melahirkan program dan informasi terbaik pasti di kendalikan oleh sumber daya manusia yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam dunia broadcasting dengan baik. Sehingga kompetensi yang standar menjadi utama dalam melahirkan sebuah media televisi yang sehat. Sebagai pemegang regualsi kpi berusaha untuk memacu kompentensi dari lembaga penyiaran dalam kapasitas kompetensi. Program gerakan produksi sehat (gesit) yang diluncurkan akhir tahun 2011 lalu oleh KPID Sulsel merupakan arah untuk membantu untuk menyehatkan lembaga penyiaran dengan diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan latar belakang yang sesuai pada bidangnya. Semakin sehat sebuah media akan semakin kecil kemungkinan untuk melanggar hal-hal yang besifat umum.

0 comments: